Blog oleh Moh. Faishol Khusni, MICRA Manager Wilayah Jawa Timur & Jawa Tengah
Pandemi Covid-19 ini memaksa banyak hal harus berubah dengan sangat cepat, seakan membawa masa depan datang lebih awal dari seharusnya. Sungguh tiada ampun, bagi siapa saja yang gagap atau enggan bertransformasi dengan kecepatan penuh pasti akan tertinggal. Hukum ini tentu juga berlaku bagi entitas organisasi atau bisnis, tak terkecuali koperasi.
Dalam kaitannya dengan era disrupsi ini koperasi seharusnya mempunyai daya pulih yang lebih baik untuk memulihkan dirinya dan anggotanya. Penelitian tentang ketahanan organisasi koperasi menegaskan bahwa ketahanan koperasi berpusat pada multidimensi dan kapasitas kolektif “keanggotaan, jaringan, keterampilan kolektif dalam tata kelola, inovasi, dan keterlibatan dengan pemerintah” (Johnson et al., 2016: 1). Birchall dan Ketilson (2009) meneliti ketahanan model bisnis koperasi selama krisis keuangan dan menemukan bahwa mereka memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan jenis bisnis lainnya. Keunggulan komparatif didasarkan pada keanggotaan dan penekanan pada pemberian manfaat bagi anggotanya, daripada peningkatan keuntungan semata.
Blog terkait: Reforma Koperasi Indonesia: Ubah Paradigma, Koperasi membangun bukan membangun koperasi (bagian 2)
Sebagai studi kasus, di Yunani keanggotaan koperasi melonjak selama krisis keuangan 2007 – 8 dan krisis utang tahun 2009 – 17 di Yunani; koperasi juga merupakan aktor kunci dalam menanggapi epidemi kesehatan masyarakat selama wabah AIDS/HIV di Swaziland dan Vietnam, dan selama tanggap bencana alam di Jepang dan Australia. Koperasi juga memegang peranan penting dalam lingkungan pasca-konflik di Sri Lanka dan Rwanda (ILO, 2020). Salah satu yang menjadi kunci dari ketangguhan tersebut adalah komitmen anggota sebagai fitur penting, karena koperasi adalah organisasi keanggotaan, dan dikatakan bahwa semakin banyak anggota dapat memperoleh manfaat dari suatu koperasi, semakin setia mereka (Münker, 2012).
Dalam konteks Indonesia, koperasi sebagai salah satu pilar penopang perekonomian Indonesia, keberadaan koperasi sangat kuat dan mendapat tempat tersendiri di kalangan pengguna jasanya. Koperasi telah membuktikan bahwa dirinya mampu bertahan di tengah gempuran badai krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Koperasi adalah soko guru perekonomian yang sejajar dengan badan usaha lain dalam mengembangkan perekonomian rakyat.
Peranan koperasi tidak boleh hanya diukur dari kontribusi koperasi terhadap produk domestik bruto (PDB) yang ada saat ini berkontribusi terhadap PDB sebesar 5,2% (2021) tetapi seharusnya pada aspek yang lebih luas. Begitu juga tidak urgen mengukur kedahsyatan koperasi dari segi Jumlahnya dan anggota yang dimilikinya, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana koperasi berpotensi menjadi kekuatan luar biasa membangun visi kebersamaan/kolektivitas untuk membangun kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan menyatukan kekuatan bersama dengan memberdayakan gerakan sosial ekonomi yang nyata.
Kemajuan koperasi akan memberi manfaat ekonomi dan sosial yang lebih luas, jika koperasi mampu membangun kekuatan modal bersama, memperluas jangkauan bisnisnya dan meningkatkan skala ekonominya sehingga mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, kestabilan harga, dan mengurangi angka kemiskinan.
Kebijaksanaan ekonomi makro yang cenderung menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh usaha skala besar dengan asumsi bahwa usaha tersebut akan menciptakan efek menetes ke bawah (trickle down effect), buahnya bukanlah kesejahteraan rakyat banyak melainkan keserakahan yang melahirkan kesenjangan yang semakin nyata bahkan memperkuat oligarki saja. Memang, dalam pembangunan pertumbuhan memang perlu, tetapi pencapaian pertumbuhan ini hendaknya melalui pemerataan yang berkeadilan.
Dalam menghadapi situasi seperti ini, koperasi dapat tampil menghimpun kekuatan sendiri baik kekuatan ekonomi maupun kekuatan sosial politis untuk memperkuat posisi tawar dalam penentuan kebijakan perekonomian nasional. Ini bukanlah kondisi yang mustahil diwujudkan, sebab UMKM dan koperasi jumlahnya sangat banyak dan tersebar di seluruh wilayah nusantara sehingga jika disatukan akan membentuk kekuatan yang cukup besar.
Presiden Jokowi sejak awal kepemimpinannya memberikan pesan yang kuat agar para penggerak koperasi nasional supaya tidak takut bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya. Koperasi yang kuat dan mandiri, diyakini akan mampu bersaing dengan korporasi besar dan perusahaan BUMN. Semangat jadikan koperasi sebagai kekuatan bersama, dan gotong royong akan mampu bersaing serta cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman. "Untuk itu, dibutuhkan inovasi, karena sekarang ini bukan negara besar yang mengalahkan negara kceil, tapi negara yang cepat mengalahkan negara yang lamban. Karena itu, kita harus bergerak cepat agar bisa bersaing dengan negara lain," kata Presiden. [1]
Hal tersebut, dipertegas kembali oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan bukan hanya investor besar yang bisa melakukan investasi. Pemerintah memberikan akses setara untuk UMKM dan koperasi untuk menjadi investor. "Saya ingin menggarisbawahi, investasi jangan hanya dilihat sebagai investor besar. Pemerintah juga memberikan akses setara kepada golongan UMKM dan koperasi. Investor berbasis UMKM dan koperasi sama mulianya dengan investor besar, investor asing," kata Jokowi, dalam acara Investor Daily Summit 2021 secara virtual, Selasa (13/7/2021).
Apa yang disampaikan Presiden Jokowi, dapat dimaknai dalam dua dimensi, dimensi pertama, sebagai presiden dan kepala pemerintahan tentu presiden menjaga penuh konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasannya sebelum amandemen UUD 45, sangat jelas bahwa Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Penjelasan Pasal 33 menempatkan Koperasi baik dalam kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian nasional.
Dimensi kedua, presiden mendorong sekaligus memerintahkan semua elemen pemerintahan dan masyarakat untuk membangunkan “raksasa koperasi” yang selama ini tidur atau mungkin ditidurkan sehingga ia bisa menjadi kekuatan masyarakat dan bangsa. Oligarki dan penguasaan sumber ekonomi oleh segelintir elit nampaknya sudah saatnya dilawan bersama. Kasus mahal dan langkanya minyak goreng telah menjadi bukti betapa negara sangat lemah bahkan menghadapi juragan minyak goreng yang hanya beberapa orang saja. Saatnya Indonesia bangkit dan kembali menjadikan koperasi bukan hanya badan usaha yang ada di masyarakat tetapi sebagai bangun perekonomian bangsa.
Dengan mendudukkan Koperasi sebagai bangun perekonomian bangsa, maka peran Koperasi akan menjadi spirit dan wadah dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat, mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. Dalam kehidupan ekonomi seperti itu Koperasi akan menjadi aktor ekonomi bangsa yang luar biasa dalam mengangkat kehidupan ekonomi rakyat.
Sumber: [1] https://bappenas.go.id/id/berita/narasi-tunggal-koperasi-jadi-institusi-ekonomi-rakyat-di-masa-depan